Indonesian Corruption Watch (ICW)
Koorda Kabupaten Langkat, kembali mengendus aroma persekongkolan dan kecurangan
yang terjadi di Dinas Pekerjaan Umum pasca lelang proyek APBD Langkat tahun
2012. Pasalnya, sejumlah perusahaan yang dimenangkan panitia tender terbukti
janggal, serta mengarah kepada persaingan usaha yang tidak sehat. Buntutnya ICW
pun telah menyiapkan seberkas pengaduan yang akan dikirimkan ke Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) serta aparat hukum terkait.
Pernyataan tersebut dikemukakan
Kepala Divisi Penelitian Dan Pengembangan (Litbang) ICW Langkat Syahrial di
Stabat, Sabtu (17/11).“Kami sejak awal memang sudah mencurigai adanya praktek
kongkalikong dalam proses tender yang
dilakukan PU, dimana selain lelang ijon kami juga menemukan indikasi
pertentangan kepentingan yang mengarah kepada persaingan yang semu. Jadi, kami minta kepada KPPU dan aparat hukum
terkait agar segera memproses masalah ini,” tegas Syahrial.
Lebih lanjut dalam keterangannya,
Syahrial menguraikan adanya sejumlah kejanggalan terhadap perusahaan yang
dimenangkan oleh panitia lelang. Padahal berdasarkan peraturan yang berlaku,
perusahaan tersebut secara hukum maupun administrasi tidak memenuhi syarat dan
semestinya gugur pada saat pembuktian kualifikasi.
Bahkan pihaknya juga mencium
aroma persekongkolan yang dilakukan oleh oknum panitia tender dengan menerima
order pengerjaan dokumen penawaran dari sejumlah peserta lelang. Seperti
diungkapkannya, kasus tersebut salah satunya terjadi pada proyek bidang
pengairan PU Langkat beberapa waktu lalu, yang mana berdasarkan surat keputusan panitia
lelang bernomor : 012/SPP/PAN-BP/PLU-PML/DPU-LKT/2012 tentang penetapan
pemenang dan pemenang cadangan dengan metode pelelangan umum secara manual.
Dalam keputusan tersebut jelas
terlihat adanya tiga perusahaan yang dipimpin oleh seorang oknum wakil direktur
yang sama. Sementara pada saat lelang, ketiga perusahaan itu diduga melakukan
peran ganda dengan ikut berkompetisi dan bersaing pada paket yang sama.
Lebih lanjut diterangkannya,
perusahaan tersebut adalah CV. Y yang diwakili oleh oknum berinisial HS,
pemenang tender proyek pembuatan bronjong Sei Bekulap Dusun Pembangunan Desa
Ujung Transep sepanjang 180 m senilai Rp406.300.000, dimana selain itu, HS juga
menjabat sebagai Wakil Direktur pada CV. R pemenang tender proyek pembuatan
bronjong Sei Tembo Kelurahan Pekan Kuala sepanjang 196 m senilai Rp553.460.000.
Bahkan, nama HS juga tercantum sebagai Wakil Direktur pada perusahaan CV. D
yang memenangi proyek rehab bendungan di Kampung Maidailing (DAK) senilai
Rp426.300.000. Ironisnya ketiga perusahaan ini malah dijadikan pendamping pada
setiap paket lelang tersebut.
"Ya, ini jelas membuktikan
kalau panitia tender ada main mata, bagaimana mungkin mereka tidak tahu adanya
rangkap jabatan serta hubungan silang kepemilikan saham dan kesamaan alamat
pada perusahaan yang bersaing. Jadi, kami meminta dengan tegas agar aparat
terkait segera memproses masalah ini, dan bila perlu mencabut setifikat panitia
serta melakukan tindakan tegas terhadap perusahaan yang terbukti melakukan
kecurangan," tegas Syahrial.
Selain itu, lanjutnya, sejumlah
kejanggalan juga terjadi pada salah satu perusahaan pemenang lainnya yaitu CV.
SBM, dimana perusahaan tersebut dijabat oleh dua orang Wakil Direktur yang
berbeda. Dalam pengumuman yang
diselenggarakan ULP melalui e-procuremen, CV. SBM memenangi tender proyek
pembangunan sypon di Desa Parit Kaca dengan pagu proyek senilai Rp410.720.000,
yang diwakili direkturnya berinisial AY. Sedangkan pada paket proyek
normalisasi saluran primer sepanjang 3000 m di Desa Mekar Jaya senilai
Rp733.125.000, serta lanjutan
normalisasi saluran di Desa Cempa sepanjang 3000 m senilai Rp355.125.000,
perusahaan ini malah diwakili oleh oknum berinisial TA.
Parahnya lagi, pada saat
dilakukan cross chek di lapangan, perusahaan yang berkedudukan di jalan
Samanhudi No. 80 Berengam Kota Binjai ini diduga memiliki alamat palsu alias
fiktif. Jadi, jelas sekali jika panitia tender memang sengaja bermain untuk
meraih keuntungan.
“Saya tidak tahu apakah
panitianya yang teledor atau perusahaanya yang curang, tapi yang jelas ini
merupakan bukti adanya praktek
persekongkolan secara vertikal dan horizontal, serta indikasi perbuatan melawan
hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 6 dan Pasal 22 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli serta pasal 6 huruf c
Perpres 54 tahun 2010 tentang Etika Pengadaan yang menyebutkan para pihak yang
terkait dalam pelaksanaan pengadaan barang/ jasa harus mematuhi etika yaitu
tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat
terjadinya persaingan usaha tidak sehat," terangnya.